Senin, 28 Agustus 2017

SELAMAT JALAN SAHABATKU JOHAN SIMAMORA


Aku tertegun sesaat setelah aku terkejut mendengar kabar, bahwa engkau telah pergi untuk selama-lamanya. Informasi itu aku dapat dari anakku yang juga menantumu. Aku mendengar suaranya bergetar dan terkesan buru-buru. Aku tau menantumu begitu panik, mengetahui ayah mertuanya telah tiada. Sebagai orang tua, aku berusaha menahan diri untuk tidak kedengaran panik, dan juga berusaha untuk membuat hati menantumu lebih tenang.

Ditengah rasa kaget, aku teringat kepada menantu perempuanku yang juga putri kandungmu. Dengan kondisi fisiknya yang kini tengah hamil, membuatku sangat khawatir kalau-kalau mentalnya jatuh mendengar informasi duka ini. Tentu saja hal itu sangat mungkin terjadi, mengingat situasi itu adalah pengalaman pertama bagi anak-anak kita, yang berharap kelak ketika melahirkan anaknya yang pertama, mereka melihat kita tersenyum bahagia. Tetapi hal itu takkan terjadi, karena engkau telah tiada.

Aku terjaga dari lamunanku dan segera mengambil telepon seluler, untuk melakukan panggilan kepada Petra menantuku. 

Hatiku sangat pilu, ketika aku mendengar di ujung sana menantuku menangis histeris, mengetahui papinya telah tiada. Ingin rasanya aku terbang ke Jakarta, untuk membuat hatinya menjadi tenang, namun semua itu hanyalah sebatas keinginan, karena aku hanya bisa berusaha melalui percakapan telepon saja.

Aku tak mampu berbuat banyak untuk membuat hati menantuku lebih tenang. Tangis pilu menantuku meratapi kepergian papinya, membuat aku terbawa dalam suasana kesedihan. Menyadari itu, aku segera menyudahi percakapan dengan menantuku, karena aku tidak mau ia mengetahui aku turut menangis, meratapi peristiwa kepergianmu ini saudaraku.

Anak menantumu Broery, dengan suara yang masih terdengar tidak teratur, dari ujung telepon meminta agar aku segera bertolak ke rumahmu, untuk menetralisir ketegangan yang mungkin terjadi akibat kepergianmu. Aku dan istri, segera bergegas dan bertolak menuju rumah kediamanmu. Tetapi di tengah perjalanan, Broery mengabariku lewat telepon seluler bahwa engkau disemayamkan di salah satu rumah duka di Bandung. Aku dan istri mengarahkan tujuan ke rumah duka setelah mendengar informasi itu.

Di rumah duka, aku dan istri segera menemui istrimu yang tengah duduk lunglai, menunggu jenazahmu yang tengah dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Aku menyapa istrimu lalu memberi salam, dan mengucapkan beberapa kalimat untuk meguatkan istrimu. Dan mereka, istriku dan istrimu saling berangkulan, menangis bersama, tidak pernah menyangka jika peristiwa perpisahan ini begitu cepat terjadi. Melihat peristiwa itu, aku merasakan air mulai akan tumpah dari mataku. Karena itu, aku segera berbalik dan tidak ingin mereka melihatku menangis juga.

Saudaraku Ompu Myron. Jujur saja, aku tidak menyangka jika kita harus berpisah secepat ini. Aku masih berharap untuk bisa lebih banyak berkomunikasi denganmu, pasca pernikahan anak-anak kita. Khususnya rangkaian adat yang masih hendak kita lakukan, sebagai wujud doa bersama, untuk meminta kemurahan hati dari Tuhan, agar memberi kemudahan-kemudahan untuk anak-anak kita, dalam perjalanannya membangun rumah tangga mereka, khususnya proses persalinan yang segera akan mereka hadapi dalam waktu dekat.

Terus terang saja, aku seperti bangkit dari mati ketika Tuhan mempertemukan kita dalam ikatan keluarga, melalui pernikahan putra dan putri kita. Karena ikatan keluarga serupa yang terjadi lewat pernikahan putraku yang pertama, tidak berjalan dengan baik. Ikatan keluarga yang aku harap bisa menjadi sarana komunikasi yang baik, malah serasa membuat hidupku seperti tak berguna, sehingga hidupku seperti sudah mati.

Berhadapan denganmu untuk mencapai sebuah kesepakatan, bagiku bagai masuk ke dunia yang baru. Sebelum denganmu, aku belum pernah merasa nyaman, ketika dua atau tiga orang atau lebih hendak bersepakat untuk mencapai mufakat. Tidak berlebihan jika aku mengatakan, selalu terjadi kekacauan setiap sekelompok orang bersepakat untuk mufakat.

Engkau telah pergi untuk selamanya. Aku sangat kehilangan saudaraku. Belum kita bicara lebih banyak, engkau telah meninggalkan kami semua. Selamat jalan Ompu Myron. Selamat jalan saudaraku. 

Selamat Jalan Sahabatku ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar