Rabu, 06 Desember 2017

SURAT UNTUK WAWAN SISWANTO


Rasa kecewaku tak terkendali, ketika aku mendengar kamu mengutarakan niatmu untuk tidak lagi turut serta pada pekerjaan pelayanan kita. Aku tak menyangka, jika kamu menyatakan itu pada saat kita sangat membutuhkan sosok manusia seperti kamu. 

Elektabilitas-mu di tengah umat yang tergolong masih tinggi, adalah dasar yang kuat bagiku untuk mengharapkan kamu seratus persen sebagai pimpinan di lembaga yang sedang (2017) kita bangun.

Aku tau pikiranmu kini sedang kalut, akibat berbagai hal yang saat ini tengah mengganggu aktivitasmu di bidang ekonomi. Tetapi hal itu seharusnya tidak membuat semangat pelayananmu menjadi kendor. Aku berharap hal itu justru menjadikan dirimu semakin kuat, dan semakin memantapkan diri untuk menjadi pelayan yang capability.

Agar kamu tau, pengalamanmu itu telah aku rasakan juga sebelumnya. Saat aku memutuskan untuk turut pada karya pelayanan, banyak hal yang berusaha menuntun diriku agar menuduh Sang Pencipta sebagai sosok yang tidak adil. Penderitaan secara duniawi seharusnya telah meyakinkan aku untuk memantapkan diri, pergi meninggalkan karya pelayanan ini sejauh-jauhnya. Tetapi aku tidak melakukan itu.

Agar kamu tau, 50-an tahun usiaku (2017) hampir setengahnya aku abdikan pada pelayanan. Lalu apa yang aku dapat ?

Usaha yang telah aku bangun bertahun-tahun, bukannya semakin meningkat sejak aku terjun ke dunia pelayanan. Usaha itu malah tumbang dan lenyap tidak ada lagi bekas. Kamu boleh membayangkan, betapa terpukulnya aku saat itu. Untuk saat ini (2017) aku melihat kamu belum sampai pada tingkat itu. Bukan berarti kamu harus begitu juga. 

Relasi dengan masyarakat yang telah terjalin dengan sangat baik, sejak aku memutuskan untuk ikut serta pada karya pelayanan, semakin hari malah terasa semakin buruk. Namun tambah hari aku semakin terbiasa, karena aku tau mereka mulai menyadari bahwa aku adalah tokoh agama yang bukan dari kalangan mereka.

Yang justru membuat hati terasa sakit, umat yang aku layani dengan baik dan benar, malah semakin membangun jarak, seolah berusaha menjauh dariku. Tentu saja sebagai manusia aku merasakan itu adalah perbuatan yang tidak adil. Namanya juga pelayan umat. Seharusnya umat yang kita layani itu menaruh hormat pada kita. Tetapi hal itu tidak aku dapatkan dan aku sadar, bukan itu upahku.

Anehnya, sejak aku memutuskan untuk ikut serta pada karya pelayanan, mereka saudaraku sendiri yang adalah kerabatku, juga melakukan hal yang sama. Satu persatu mereka meninggalkan aku. Pertanyaan dihatiku semakin membesar. Apa sebenarnya yang tengah terjadi pada diriku ? ... Tentu jawaban pertanyaan itu ada pada diriku sendiri.

Percayalah, Sang Pencipta tidak akan membiarkan para pelayan-Nya jatuh tersungkur, lalu tengggelam dalam lumpur.

SALAM GEMILANG